Serikat buruh hingga kini masih berilusi, bahwa merekalah yang
menentukan wujud kerja di masa depan Padahal di masa depan kerja akan
dikendalikan otomatisasi dan digitalisasi. Perspektif Rolf Wenkel.
Sejak 125 tahun tanggal 1 Mei ditetapkan serikat pekerja sebagai hari
buruh internasional, sebagai peringatan atas protes buruh yang
memperjuangkan lebih banyak hak dan kenaikan gaji yang berakhir
berdarah-darah di Chicago. Hingga sekarang, serikat buruh selalu
memanfaatkan tanggal 1 Mei sebagai kampanye untuk menuntut perbaikan
persyaratan kerja.
Pada hari buruh kali ini serikat pekerja Jerman mengklaim motto sangat
muluk: "Kami akan menentukan sosok kerja di masa depan." Sebuah motto
yang kedengaran sumbang, keras kepala dan hanya ilusi. Sebab, serikat
buruh di negara maju Eropa, khususnya di Jerman, menghadapi nasib yang
sama seperti gereja Kristen dan perhimpunan olah raga. Anggotanya
berbondong-bondong hengkang, kekurangan generasi penerus dan keum wanita
nyaris tak terwakili.
Itu sebabnya, pada tahun-tahun belakangan di Eropa nyaris tidak ada lagi
demo buruh di jalanan untuk menutut hak pekerja pada hari buruh tanggal
1 Mei. Mereka lebih memilih menikmati hari libur itu dengan berkumpul
dengan sesama buruh di pub atau restoran.
Buruh Jerman punya argumen kuat untuk itu: setelah selama seperempat
abad jumlah anggota terus menciut, serikat buruh menyadari mereka tidak
lagi memiliki arti penting dan kekuatan untuk menentukan sosok dunia
kerja. Di sisi lainnya, satu dasawarsa terakhir ini, serikat buruh di
Jerman memprioritaskan perjuangan untuk mempertahankan lapangan kerja,
ketimbang menuntut kenaikan gaji.
Dengan kata lain, serikat buruh Jerman belajar dengan tuntutan lebih
sederhana. Sebuah perilaku yang sudah dimengerti dan diterapkan sejak
lama oleh buruh di negara-negara pengguna mata uang Euro lainnya.
Hasilnya, mereka kini jadi lokomotiv pertumbuhan Eropa.
Para ahli ekonomi juga memuji penurunan tingkat upah dan gaji itu,
karena Jerman menjadi jauh lebih mampu bersaing dibanding negara
tetangganya. Akan tetapi juga harus diantisipasi, bahwa masa depan
lapangan kerja tidak lagi dibentuk oleh serikat pekerja. Di
negara-negara industri maju sekelas Jerman atau Jepang, masa depan dunia
kerja akan ditentukan oleh faktor demografi, oleh sebuah masyarakat
yang usianya semakin tua.
Rolf Wenkel redaktur DW
Masa depan dunia kerja, akan ditentukan oleh para insinyu dan pakar
teknologi informatika. Di masa depan, proses produksi akan dikendalikan
oleh sistem yang disebut "Industri 4.0" atau versi lebih baru lainnya.
Dalam 20 tahun ke depan, separuh lapangan kerja akan terkena dampak
otomatisasi dan digitalisasi. Kerja di masa depan, tidak akan hanya
terbatas pada proses ban berjalan klasik, melainkan juga mencakup
lapangan kerja dengan kualifikasi jauh lebih tinggi.
Tren ini tentu saja memicu ketakutan. Apakah lapangan kerja kita akan
hilang? Dan serikat buruh dalam era ini, hanya akan memainkan peranan
klasiknya yang konservatif, dan tidak menentukan sosok kerja di masa
depan. Paling banyak hanya ikut berkontribusi.
Tentu saja hal ini tidak harus berarti situasi fatal. Sebab, di era
ketika kemajuan teknik mengacak-acak dunia kerja klasik, dimana
hari-hari kerja lazim diramalkan akan tamat, dan buruh terancam jadi
pekerja musiman seumur hidupnya, adalah tidak buruk jika serikat buruh
ikut memberikan kontribusi sebuah suara yang perlu didengar. Hal itu
juga masih berlaku di masa depan-
Source :
http://www.dw.de/sosok-kerja-masa-depan-dikendalikan-teknologi/a-18423049
http://fauzi-sistem.blogspot.com/2015/05/sosok-kerja-masa-depan-dikendalikan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar